ASUHAN KEPERAWATAN DHF
BAB
1
LAPORAN
PENDAHULUAN
1.1.
KONSEP MEDIS
1.1.1.
PENGERTIAN
Demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit demam akut dengan cirri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat mengakibatkan kematian.
(Mansjoer, 2000: 419)
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotip virus dengue. (Soegijanto, 2002: 45)
1.1.2.
ETIOLOGI
Virus dengue serotype 1, 2, 3, da 4 yang
ditularkan melalui vector nyamuk Aedes
aegypti. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody
seumur hidup teradap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe lain. (Mansjoer, dkk, 2000: 419)
Faktor resiko:
1.1.2.1.Status imun setiap
individu
1.1.2.2.Strain/serotipe virus
yang menginfeksi
1.1.2.3.Usia pasien
1.1.2.4.Latar belakang genetic
pasien. (WHO, 2004: 12)
1.1.3.
KLASIFIKASI / STADIUM
1.1.3.1.Derajat
I: adanya demam tanpa perdarahan
spontan, manifestasi perdarahan hanya berupa torniket tes yang positif, panas
2-7 hari.
1.1.3.2.Derajat
II: gejala demam diikuti dengan
perdarahan spontan, biasanya berupa perdarahan di bawah kulit dan atau berupa
perdarahan lainnya, seperti petekie, ekimosis, melena, perdarahan gusi,
epistaksis, hematuri dan hematemesis.
1.1.3.3.Derajat
III: adanya kegagalan sirkulasi
berupa nadi yang cepat dan lemah, penyempitan tekanan nadi (< 20mmHg), atau
hipotensi, dengan disertai akral yang dingin dan gelisah.
1.1.3.4.Derajat
IV: adanya syok yang berat dengan
nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak terukur. (Soegijanto, 2002: 55)
1.1.4. MANIFESTASI
KLINIS
Perjalanan masa inkubasi
demam berdarah dengue (DHF) memiiki cirri-ciri yang khas, diantaranya :
1.1.4.1.Fase
I
1)
Demam mendadak
2)
Malaise
3)
Muntah
4)
Nyeri kepala
5)
Anoreksia
6)
Batuk disertai sesudah 2-5 hari oleh deteriorasi
klinis cepat dan kolaps
1.1.4.2.Fase
II
1)
Ekstremitas dingin
2)
Lembab
3)
Badan panas
4)
Muka merah
5)
Keringat banyak
6)
Gelisah
7)
Iritabe
8)
Nyeri mid-epigastric
9)
Sering terdapat petekie tersebar pada dahi dan
tungkai
10)
Ekimosis
11)
Muda memar serta berdarah pada tempat fungsi
vena (fisiologis)
12)
Sianosis sekeliling mulut dan perifer
13)
Pernafasan cepat dan sering berat
14)
Nadi lemah, cepat dan kecil serta suara jantung
halus
15)
Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi
coste dan biasanya keras serta agak nyeri.
Sesudah 24-36 jam masa
krisis, suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardi dan
ekstrasistol ventrikel lazim selama konvalesen. (Nelson, 2000: 1135)
1.1.5. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.1.5.1.Pemeriksaan
Laboratorium
1)
Pemeriksaan Darah Lengkap
(1)
Trombositopenia (100.000/mm3 atau
kurang),
(2)
Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit
sebanyak 20% atau lebih.
(3)
Hematokrit 20% meningkat atau lebih besar dari
hematokrit normal.
(4)
Leukositosis ringan (jarang melebihi 10.000/mm3)
2)
Pemeriksaan GDA: asidosis metabolik ringan.
3)
Pemeriksaan faal ginjal: peningkatan
ureanitrogen dan hipoalbumenia.
4)
Rongten dada: menunjukkan efusi pleura. (WHO, 2004: 19)
1.1.6. KOMPLIKASI
1.1.6.1.Tanda-tanda
ensefelatis akan muncul sebagai komplikasi pada kasus syok yang cukup lama yang
disertai dengan perdarahan berat pada berbagai organ termasuk otak.
1.1.6.2.Intoksikasi
air, akibat penggunaan larutan hipotonik yang tidak tepat untuk terapi pasien
DHF yang mengalami hiponatremia, merupakan satu komplikasi iatrogenic yang
relative umum yang dapat menyebabkan enselopati.
1.1.6.3.Bentuk
kejang yang tidak tampak terkadang diobservasi pada bayi kurang dari 1 tahun
selama fase demam. (WHO, 2004: 22)
1.1.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
: 1) kasus DBD yang memungkinkan untuk berobat jalan, 2) kasus DBD derajat I
& II, 3) kasus DBD derajat III & IV.
1.1.7.1.Kasus
DBD yang diperkenankan berobat jalan
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan
makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak
diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10 – 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam
diulang jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C. Obat panas
salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya penyulit
perdarahan dan asidosis. Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah
kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa
menunjukkan penyulit lainnya.
Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi
penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap.
1.1.7.2.Kasus
DBD derajat I & II
Pada hari ke 3, 4, dan
5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya
syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita disarankan diinfus
cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan 7, 5, 3.
Pada saat fase panas
penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk
mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20% dari harga normal,
merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di
ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.
Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang
teraba dingin, nyeri perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya
dianjurkan rawat inap. Penderita dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit
yang tinggi harus dirawat di rumah sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti.
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan
seperti yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10%
kekurangan cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya
diberikan kembali dalam waktu 203 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur
kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. Pemeriksaan
hematokrit ecara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan mencatat data vital
dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah
cairan pengganti yang cuykup dan cegah pemberian transfusi berulang.
Perhitungan secara kasar sebagai berikut :
(ml/jam)
= ( tetesan / menit ) x 3
|
Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan
pengganti yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama
periode kebocoran (24-48 jam), pemberian
cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan faal pernafasan (efusi pleura
dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema.
Jenis Cairan
1)
Kristaloid
Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan
Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan
Ringer Ashering
5% Dekstrose di dalam larutan
setengah normal garam fisiologi (faali), dan
5%
Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2)
Koloidal
Plasma
expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
Plasma
Kebutuhan
Cairan
Tabel 1. Kebutuhan cairan untuk
dehidrasi sedang
Berat
waktu masuk (kg)
|
Jumlah
cairan ml/kg BB per hari
|
<
7
|
220
|
7
– 11
|
165
|
12
– 18
|
132
|
>
18
|
88
|
Pemilihan jenis
dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien
serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang
terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan
ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari
tabel berikut.
Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan
Berat
badan (kg)
|
Jumlah
cairan (ml)
|
10
|
100 per kg BB
|
10 – 20
|
1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
|
> 20
|
15000 x kg (diatas 20 kg)
|
1.1.7.3.Kasus
DBD derajat III & IV
“Dengue Shock Syndrome” (sindrome renjatan dengue) termasuk
kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh
cairan pengganti secara cepat.
Biasanya dijumpai
kelaian asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini perlu dipikirkan
kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah mendorong
terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan
yang sukar diatasi.
Penggantian secara
cepat plasma yang hilang digunakan larutan gaam isotonik (Ringer Laktat, 5%
Dekstrose dalam larutan Ringer Laktat atau 5% Dekstrose dalam larutan Ringer
Asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau
pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1
atau 2x).
Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi,
larutan koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal
garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan
yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan
harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan selama kurun waktu 24-48
jam. Pemasangan cetral venous pressure dan kateter urinal penting untuk
penatalaksanaan penderita DBD yang sangat berat dan sukar diatasi. Cairan
koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak sekali
yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.
Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah
larutan normal garam faali (5% dekstrose ½NSS) dipakai pada awal memperbaiki
keadaan penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali
boleh diberikan pada bayi dibawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah
normal. Infus dapat
dihentikan bila hematokrit turun sampai 40% dengan tanda vital stabil dan
normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam ginjal cukup
baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi urine yang cukup
merupakan tanda penyembuhan.
Pada umumnya 48
jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan cairan.
Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2
hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi hipervolemi,
kegagalan faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini hematokrit yang menurun
pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan sebagai perdarahan dalam organ.
Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup
dengan tanda-tanda vital yang baik.
1)
Koreksi
Elektrolit dan Kelainan Metabolik
Pada kasus yang berat,
hiponatremia dan asidosis metabolik sering
dijumpai, oleh karena itu kadar
elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara teratur terutama
pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang
berat biasanya rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang
cukup banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia.
2)
Obat Penenang
Pada beberapa kasus obat penenang
memang dibutuhkan terutama pada kasus yang sangat gelisah. Obat yang
hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, chloral hidrat oral atau rektal dianjurkan
dengan dosis 12,5-50 mg/kg (tetapi jangan lebih dari 1 jam) digunakan sebagai
satu macam obat hipnotik. Di RSUD Dr. Soetomo digunakan valium 0,3 – 0,5
mg/kg/BB/1 kali (bila tidak terjadi gangguan pernapasan) atau Largactil 1
mg/kgBB/kali.
3)
Terapi Oksigen
Semua penderita dengan renjatan
sebaiknya diberikan oksigen
4)
Transfusi Darah
Penderita yang menunjukkan gejala
perdarahan seperti hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh
transfusi darah. Darah segar sangat berguna untuk mengganti volume masa sel
darah merah agar menjadi normal.
5)
Trombosit Concentrat
(TC)
Pemberian tranfusi trombosit
adalah menaikkan kadar trombosit darah. Dosis trombosit yang diperlukan dapat dihitung
kira-kira sebagai berikut: 50 ml konsentrat trombosit 7.500-10.000/ mm3
pada resipien dengan berat badan 50 kg.
Konsentrat trombosit diberikan
pada penderita trombositopeni bila:
(1)
Didapat perdarahan.
(2)
Untuk mencegah
perdarahan pada keadaan dimana ada erosi yang dapat berdarah bila kadar
<35.000/ mm3.
(3)
untuk mencegah
perdarahan spontan bila kadar trombosit <15.000/ mm3.
Konsentrat trombosit harus
ditransfusikan secepat mungkin dalam waktu 2 jam sepanjang kondisi resipien
memungkinkan. Trombosit diberikan sampai perdarahan berhenti atau masa
perdarahan (bleeding time) pada 2 kali nilai control normal. (WHO, 2004: 32)
6)
Kelainan Ginjal
Dalam keadaan syok, harus yakin
benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benar-benar terpenuhi dengan
baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang
diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat
diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan
kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok
juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous
pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.
7)
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit
harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
(1)
Nadi, tekanan darah,
respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai
syok dapat teratasi.
(2)
Kadar hematokrit harus
diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil
(3)
Setiap pasien harus
mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan,
untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
(4)
Jumlah dan frekuensi
diuresis.
8)
Kriteria Memulangkan
Pasien
Pasien dapat dipulangkan, apabila:
(1)
Tidak
demam selama 24 jam tanpa antipiretik
(2)
Nafsu makan membaik
(3)
Tampak perbaikan
secara klinis
(4)
Hematokrit stabil
(5)
Tiga hari setelah syok
teratasi
(6)
Jumlah trombosit >
50.000/μl
(7)
Tidak dijumpai
distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis). (Soegijanto, 2002: 61)
1.1.8. WEB
OF CAUTION (WOC)
1.2.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1.1
PENGKAJIAN
1.2.1.1.BIODATA
Usia: Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang
anak-anak usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. (Nursalam, 2008: 163)
1.2.1.2 KELUHAN
UTAMA
DHF umumnya dimulai dengan
peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba yang disertai dengan kemerahan pada
wajah serta gejala spesifik nonspesifik lain. (WHO, 2004: 16). DHF biasanya
demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.
(Mansjoer, dkk, 2000: 428). Alasan atau
keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas
tinggi dan anak lemah. (Nursalam, 2008: 163). Laporan wabah Demam Dengue banyak
dilaporkan terutama yang menyerang daerah tropis dan subtropis. Dikemukakan
bahwa, banyaknya kasus DBD tersebut ada hubungannya dengan kepadatan nyamuk
dewasa dan jentik nyamuk Aedes Aegyti yang sering dijumpai di tempat
penampungan air akibat curah hujan. (Soegijanto, 2002: 47)
1.2.1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Didapatkan adanya keluhan panas
mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran komposmentis.
Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah.
Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, plek, nyeri telan, mual, muntah anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu htai dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada
kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis. (Nursalam, 2008: 163)
1.2.1.4 RIWAYAT
PENYAKIT DAHULU
Pada awal penyakit ini yang
sering terjadi karena adanya infeksi virus maupun bakteri adalah demam tipoid,
campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, malaria, morbili sehingga
perlu dibedakan dengan DBD.( Mansjoer, dkk, 2000: 421). Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF,
anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
(Nursalam, 2008: 163)
1.2.1.5 RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Masa kanak-kanak pertengahan: 6 sampai 11 atau 12
tahun, sering disebut sebagai “usia sekolah”, periode perkembangan merupakan
salah satu tahap perkembangan ketika anak diarahkan menjauh dari kelompok
keluarga dan berpusat di dunia hubungan sebaya yang lebih luas. Pada tahap ini
terjadi perkembangan fisik, mental, dan sosial yang kontinu disertai penekanan
pada perkembangan kompetensi keterampilan. Pada tahap ini kerjasama sosial dan
perkembangan moral dini lebih penting dan relevan dengan tahap-tahap kehidupan
berikutnya. Periode ini merupakan periode kritis dalam perkembangan konsep
diri. (Wong, 2008: 110)
1.2.1.6 RIWAYAT IMUNISASI
Apabila
anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi
dapat dihindarkan. (Nursalam, 2008: 163)
1.2.1.7 RIWAYAT GIZI
Status
gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang. (Nursalam, 2008: 163)
1.2.1.8 KONDISI LINGKUNGAN
Sering
terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih
(seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar). (Nursalam, 2008:
164)
1.2.1.9 ACTIVITY
DAILY LIFE
1.2.9.1.Nutrisi
: Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun. (Nursalam, 2008: 164)
1.2.9.2.Eliminasi :
Eliminasi alvi (buang air besar) : Kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara pada grade III-IV bisa terjadi melena.
Eleminasi urine (buang air kecil) : Perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi
hematuria. (Nursalam, 2008: 164)
1.2.9.3.Hygiene
personal : Biasanya dibantu oleh perawat atau orang tua pasien. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti. (Nursalam, 2008: 164)
1.2.9.4.Istirahat
dan tidur : Anak sering mengalami
kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga
kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang. (Nursalam, 2008: 164)
1.2.1.10
PEMERIKSAAN
FISIK
1.2.10.1.
TTV:
hipertermi, bradikardi, dispnea.
Keadaan umum: lemah, wajah pucat, banyak keringat, ekspresi wajah,
skala nyeri.
1)
Kepala
Nyeri kepala, pusing.
2)
Mata
Pupil isokor, diameter pupil 2-3 mm, perdarahan
subkonjungtiva, skelera putih.
3)
Hidung
Kadang mengalami perdarahan (epistaksis), cuping hidung,
sianosis perifer tampak ujung hidung, rinitis, kebersihan hidung dan adanya
sekret.
4)
Mulut
Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah hiperemis,
nyeri telan, karies gigi
5)
Tenggorokan
Mengalami hyperemia pharing.
6)
Leher
Pembesaran vena jugularis, pembesaran tiroid.
7)
Dada
Suara nafas vesikuler, bentuk simetris, kadang terasa
sesak, pada foto thorax terdapat efusi pleura, rales (+), ronchi (+), taktil
fremitus (-), batuk, penggunaan oto bantu pernafasan.
8)
Abdomen
Mengalami nyeri tekan bagian kanan atas, hepatomegali,
asites, turgor kulit (<2detik), splenomegali.
9)
Genitalia
Keadaan prepusium, kemerahan pada anus, hematuria, melena
pada Grade III-IV
10)
Ekstremitas
Akral dingin, eritema pada telapak tangan dan kaki, ruam
makulopapular
11)
Muskuloskeletal
Petekie,
lesi, purpura, ekimosis, nyeri otot dan sendi, kulit terasa lembab dan dingin, jari
tangan, kaki. (Nursalam, 2008: 164)
1.2.1.11
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
2.1.10.1.
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1)
Hb
dan PCV meningkat (≥ 20%).
2)
Trombositopenia
(≤ 100.000/ml).
3)
Leukopenia
(mungkin normal atau lekositosis).
4)
Ig.
D. Dengue positif (Ig M anti DHF (+))
5)
Hasil
pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
6)
Urium
dan pH darah mungkin meningkat.
7)
Asidosis
metabolik : pCO2 < 35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
8)
SGOT/SGPT
makin meningkat. (Nursalam, 2008: 165)
8.1.11.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO.
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan keluarnya plasma dari intraselular ke
ekstraselular.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah.
Hipertermi
berhubungan dengan penurunan sekunder akibat dehidrasi.
Nyeri berhubungan dengan mual dan muntah sekunder akibat
proses penyakit.
Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan masukknya cairan ke dalam pleura.
Resiko perdarahan berhubugan dengan trombositopeni.
Ansietas berhubugan dengan reaksi hospitalisasi anak.
Keletihan berhubungan dengan kondisi
fisik yang buruk.
Defisit pengetahuan Orangtua
berhubungan dengan kurang pajanan informasi.
|
8.1.12.
INTERVENSI
8.1.12.1.
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan keluarnya
plasma dari intraselular ke ekstraselular.
Tujuan:
Pasien tidak mengalami
kekurangan volume cairan setelah di lakukan tindakan keperawatan selama…x24 jam
dengan citeria hasil: mata cowong, membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
(-) rasa haus,dan (-) mual dan muntah,
TTV dalam batas normal .
Nadi: 70-110 x/menit
RR: 16-20 x/menit
Suhu:
Subfebris 37,5 – 38oC
Febris > 38oC
Intervensi :
1)
Jelaskan kepada orang
tua pasien tentang tindakan yang di lakukan.
R: kekurangan volume cairan
dikarenakan kurangnya asupan nutrisi dan cairan sehingga pasien tidak
mendapatkan cairan yang baik dalam tubuhnya.
2)
Awasi jumlah dan tipe
masukan cairan.
R: pasien tidak mengkomsumsi
cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi/ mengganti cairan untuk masukan
kalori yang berdamapak pada keseimbangan elektorolit.
3)
Identifikasi rencana
untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal misalnya jadwal
masukan cairan.
R: melibatkan pasien dalam rencana
untuk memperbaiki keseimbangan cairan.
4)
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian cairan parenteral (kristaloid).
R: dapat di perlukan untuk
mencegah distimia jantung.
5)
Observasi mata cowong, membran mukosa, turgor kulit,
rasa haus, dan mual dan muntah, TTV (Nadi,
Suhu, RR).
R: kekurangan volume cairan dapat
menyebabkan dehidrasi, observasi tanda-tanda diatas dilakukan untuk mengetahui
derajat dehidrasi pasien.
8.1.12.2.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
Tujuan: Pasien mampu
mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….x 24 jam dengan kriteria hasil : Berat badan dalam batas
normal, turgor kulit baik, Lingkar lengan dalam batas normal.
Intervensi:
1)
Jelaskan kepada orangtua
pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R: nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh terjadi dikarenakan pembesaran hepatomegali sehingga pasien mengalami
mual muntah.
2)
Berikan makan sedikit
dan makanan kecil tambahan yang tepat.
R: dilatasi gaster dapat terjadi
bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode puasa.
3)
Pertahankan jadwal
penimbangan berat badan teratur
R: memberikan catatan lanjut
penurunan atau peningkatan berat badan yang akurat
4)
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian diet cair , lebih lembut, tinggi protein dan serat dan
rendah lemak, dengan tambahan cairan sesuai kebutuhan.
R: memberikan nutrisi tanpa
menambah kalori. Catatan : Diet cair biasanya dipertahankan selama prosedur
pembagian
5)
Observasi berat badan,
mukosa bibir, hepatomegali,
R: Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dapat menyebabkan berat badan menurun, mukosa bibir kering, hepatomegali
sehingga harus dipantau agar tidak terjadi penurunan yang berlebihan.
8.1.12.3.
Hipertermi berhubungan dengan penurunan
sekunder akibat dehidrasi.
Tujuan: Pasien mampu
mempertahankan suhu tubuh yang optimal setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama ….x24 jam dengan criteria hasil: kulit tidak kemerahan,akral hangat,
mukosa bibir lembab, turgor kulit baik.
TTV:
Tekanan darah: 105/65 mmHg
Nadi: 70-110 x/menit
RR: 16-20 x/menit
Suhu:
Subfebris 37,5 – 38oC
Febris > 38oC
Intervensi :
1)
Jelaskan kepada orang
tua pasien tentang tindakan yang di lakukan.
R/ hipertemi terjadi karena
peningkatan sekresi prostaglandin dan prostaglandin berdekatan dengan IP 1 dan
menyebabkan peningkatan produksi panas.
2)
Pantau suhu
lingkungan, tambahkan linen tempat tidur
R: suhu ruangan/ jumlah selimut
harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3)
Berikan kompres
dingin.
R: dapat membantu mengurangi
demam. Catatan: penggunaan air es mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan
suhu secara aktual.
4)
Berikan selimut
pendingin
R: digunakan untuk mengurangi
demam umumnya lebih besar dari 39,5-40 0 C pada waktu terjadi
kerusakan/gangguan pada otak.
5)
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian antipiretik.
R: digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam dapat berguna
dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodektuksi dari sel-sel
yang terinfeksi.
6)
Observasi TTV (suhu,
nadi, RR), turgor kulit, mukosa bibir .
R: mengumpulkan dan menganalisa
data kardiovaskuler, pernapasan, suhu tubuh, turgor kulit, dan mukosa bibir
untuk menentukan dan mencegah komplikasi.
8.1.12.4.
Nyeri berhubungan
dengan mual dan muntah sekunder akibat proses penyakit.
Tujuan : pasien tidak mengeluh
nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam dengan criteria
hasil: pasien tampak rileks, tidak merintih, TD normal, nadi normal, RR normal.
Intervensi :
1)
Kaji tingkat nyeri
yang di alami pasien
R: kaji tingkat nyeri untuk
mengetahui berapa yang dialami pasien.
2)
Berikan posisi yang
nyaman usahakan situasi ruangan yang tenang
R: posisi di berikan untuk
mengurangi rasa nyeri.
3)
Alihkan perhatian
pasien dari rasa nyeri
R: dengan melakukan aktivitas lain
pasien dapat melakukan perhatiannnya dengan nyeri yg dialmi
4)
Berikan obat anangetik
R: analgetik dapat menekan atau
mengurangi nyeri pasien.
8.1.12.5.
Ketidakefektifan pola
pernapasan berhubungan dengan masukknya cairan ke dalam pleura.
Tujuan : pasien memperlihatkan
frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada
paru setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam dengan kriteria hasil :
dispnea (-), keletihan (-), saturasi oksigen 80-100%, sianosis (-), dan RR
16-20 x/menit.
Intervensi:
1)
Jelaskan kepada pasien
penyebab terjadinya ketidaefektifan pola pernapasan dan tindakan yang akan
dilakukan.
R: ketidakefektifan pola
pernapasan dikarenakan permeabialitas kapiler dari intraselular ke extraselular.
Menjelaskan tindakan keperawatan kepada pasien dan keluarga agar mengetahui
tindakan yang diberikan sehingga pasien dan keluarga kooperatif.
2)
Beri posisi tripod
pada anak dengan epiglotis atau pertahankan elevasi kepala sedikitnya 30
derajat.
R: untuk mendapatkan ventilasi
yang maksimal dengan membuka jalan napas dan memungkinkan ekspansi paru
maksimal.
3)
Anjurkan tidak memakai
pakaian atau selimut yang terlalu ketat. Gunakan bantal dan bantalan.
R: untuk mempertahankan jalan
napas tetap terbuka.
4)
Anjurkan teknik
relaksasi yaitu ciptakan uap panas dengan mengalirkan air panas dikamar mandi
yang tertutup..
R: untuk croup spasmodik, hal ini mungkin bermanfaat karena efek relaksasi
yang ditimbulkan, namun sebagian anak haus ditahan tegak dikamar mandi.
5)
Kolaborasi dengan
dokter dengan pemberian suplemen oksigen kanul nasal atau masker.
R: untuk memenuhi kebutuhan
oksigen yang dibituhkan oleh tubuh.
6)
Gunakan oximetri nadi
R: untuk memantau saturasi
oksigen.
7)
Observasi RR, SaO2, sianosis.
R: mengumpulkan dan menganalisis
data pasien untuk memastikan RR, SaO2, Sianosis serta keadekuatan petukaran
gas.
8.1.12.6.
Resiko perdarahan berhubugan
dengan trombositopeni.
Tujuan : pasien tidak
memperlihatkan tanda-tanda perdarahan setelah dilakukan tindakan keperawatan
..x24 jam dengan kriteria hasil : petekie (-), ekimosis (-), dan trombosit
150.000-450.000 mg/dl.
Intervensi :
1)
Jelaskan kepada pasien
penyebab terjadinya perdarahan dan tindakan yang akan dilakukan.
R: perdarahan terjadi karena
trombosit menurun yang merupakan salah satu gejela akibat veremia. Menjelaskan
tindakan keperawatan kepada pasien dan keluarga agar mengetahui tindakan yang
diberikan sehingga pasien dan keluarga kooperatif.
2)
Lakukan segala upaya
untuk mencegah infeksi, khususnya pada bagian tubuh yang mengalami ekimosis.
R: karena infeksi akan
meningkatkan kecenderungan berdarah.
3)
Cegah ulserasi oral
dan rektal.
R: karena kulit yang mengalami
ulserasi rentan mengalami perdarahan.
4)
Hindari pungsi kulit
jika memungkinkan.
R: untuk mencegah perdarahan.
5)
Hindari pemakaian obat
yang mengandung aspirin.
R: karena aspirin mengganggu
fungsi trombosit.
6)
Kolaborasi dengan
dokter dengan pemberian rombosit sesuai resep.
R: untuk menaikkan jumlah
trombosit.
7)
Observasi tanda-tanda
perdarahan
R: digunakan untuk mengetahui tanda-tanda
syok.
8.1.12.7.
Ansietas berhubugan dengan
reaksi hospitalisasi anak.
Tujuan : Ansietas pada orang tua
berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam dengan kriteria
hasil : Menyatakan penurunan ansietas, mengenali perasaannya, Tampak rileks, Mendiskusikan
perasaan rasa takut.
1)
Jelaskan pada orang
tua kondisi yang dialami oleh anak
R: mengetahui kondisi yang
sebenarnya membuat orang tua tidak bingung tentang kondisi anaknya.
2)
Dorong orang tua
menyatakan perasaan. Berikan umpan balik
R: membuat hubungan terapeutik,
membantu orang tua dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres.
3)
Dorong orang tua
menyatakan perhatian.
R: tindakan dukungan dapat
membantu pasien merasa stres berkurang.
4)
Akui bahwa ansietas
yang dialami orang tua akan sama dengan yang dirasakan orang lain ketika berada
pada posisi mereka. Tingkatkan perhatian mendengar pasien.
R: validasi bahwa perasaan normal
dapat membantu menurunkan stress yang dialami orang tua.
5)
Hindari pemberian
keyakinan yang tak berarti bahwa segalanya akan baik.
R: memberikan kesempatan pada
orang tua menerima dan mulai menerima apa yang terjadi, menurun ansietas.
8.1.12.8.
Keletihan
berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk.
Tujuan: pasien idak mengalami keletihan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasien berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan pada tingkat kemampuan, pasien mampu memperbaiki rasa
berenergi.
1)
Rencanakan
perawatan untuk memungkinkan periode istirahat.
R: periode istirahat sering diperlukan untuk
memperbaiki/ menghemat energi.
2)
Buat
tujuan aktivitas realistis dengan pasien.
R: memberikan rasa kontrol dan perasaan
mampu menyelesaikan.
3)
Dorong
pasien untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya: mandi duduk, bangun
dari kursi dan berjalan. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai kemampuan.
R: meningkatkan kekuatan/ stamina dan
memampukan pasien menjadi lebih aktif tanpa kelelahan yang berarti.
4)
Pantau
respon fisiologis terhadap aktivitas, misalnya: perubahan pada tekanan darah,
frekuensi jantung/ pernapasan.
R: toleransi sangat bervariasi
tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan
reaksi terhadap aturan terapeutik.
8.1.12.9.
Defisit pengetahuan Orangtua berhubungan
dengan kurang pajanan informasi.
Tujuan: pasien mampu mendemonstrasikan
kemampuan untuk melakukan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan sesuai
dengan yang diajarkan mereka dan menyebutkan keterampilan khusus dan terget
yang realistis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam dengan
kriteria hasil:
Menuturkan pemahaman kondisi,
efek prosedur, dan pengobatan; dengan tepat menunjukkan prosedur yang
diperlukan dan menjelaskan alasan suatu tindakan; memulai perubahan gaya hidup
yang diperlukan dan ikut serta dalam program perawatan.
1)
Tumbuhkan sikap saling percaya dan
perhatian.
R: sikap saling percaya dapat meningkatkan pembelajaran. Konsistensi antara
tindakan dan kata-kata yang di kombinasikan dengan pertumbuhan kesadaran
pasien, kemampuan untuk berbagi kesadaran ini dengan orang lain, dan menerima
terhadap pengalaman baru dari dasar hubungan saling percaya.
2)
Negosiasi dengan pasien tentang usaha
pengembangan tujuan pembelajaran.
R: keterlibatan pasien dalam perencanaan tujuan yang berarti mendukung
kontinuitas.
3)
Pilih strategi pengajaran (diskusi,
demonstrasi, bermain peran, materi visual) yang tepat untuk gaya pembelajaran
secara individual.
R: meningkatkan keefektifan pembelajaran.
4)
Ajarkan keterampilan yang pasien harus
masukkan ke dalam gaya hidup sehari-hari. Biarkan pasien mendemonstrasikan kembali
setiap keterampilan yang baru.
R: membantu mendapatkan rasa percaya.
5)
Masukkan keterampilan yang dipelajari
pasien ke dalam rutinitas sehari-hari selama hospitalisasi.
R: tindakan ini memungkinkan pasien mempraktikkan keterampilan baru dan
menerima umpan balik.
6)
Berikan nama dan nomor telepon
sumber-sumber orang atau organisasi kepada pasien.
R: menunjang kontinuitas keperawatan dan tindak lanjut setelah pemulangan.
Komentar
Posting Komentar