ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL NAPAS
BAB
1
Laporan
Pendahuluan
1.1 Pengertian
Gagal
napas adalah ganguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang terjadi
di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan udara dan masuk keluar paru. (Hood Alsagaff, 2004:185)
Gagal
napas merupakan keadaan ketidakmampuan tubuh untuk menjaga pertukaran gas
seimbang dengan kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan hipoksemia dan atau
hiperkapnia. Dikatakan gagal
napas apabila PaCO2 > 45 mmHg atau PaO2< 55mmHg.
(Boedi Swidarmoko,2010:259)
1.2 Etiologi
1.2.1
Kelainan di luar paru-paru
1.2.1.1
Penekanan pusat pernapasan
1) Takar
lajak obat (sedative, narkotik)
2) Trauma
atau infark selebral
3) Poliomyelitis
bulbar
4) Ensefalitis
1.2.1.2
Kelainan neuromuscular
1) Trauma
medulaspinalisservikalis
2) Sindroma
guilainbare
3) Sklerosis
amiotropik lateral
4) Miastenia
gravis
5) Distrofi
otot
1.2.1.3
Kelainan Pleura dan Dinding Dada
1) Cedera
dada (fraktur iga multiple)
2) Pneumotoraks tension
3) Efusi
leura
4) Kifoskoliosis
(paru-paru abnormal)
5) Obesitas:
sindrom Pickwick
1.2.2
Kelainan Intrinsic Paru-Paru
1.2.2.1
Kelainan Obstruksi Difus
1) Emfisema,
Bronchitis Kronis (PPOM)
2) Asma,
Status asmatikus
3) Fibrosis
kistik
1.2.2.2
Kelainan Restriktif Difus
1) Fibrosis
interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)
2) Sarkoidosis
3) Scleroderma
4) Edema
paru-paru
(1) Kardiogenik
(2) nonkardiogenik
(ARDS)
5) Atelektasis
6) Pneumoni
yang terkonsolidasi
1.2.2.3
Kelainan Vaskuler Paru-Paru
1) Emboli
paru-paru.(Price,1995:728)
1.3 Manifestasi
Klinis
Gejala umum: Lelah,
berkeringat, sulit tidur dan makan, didapatkan juga gangguan status mental,
sakit kepala, kejang.
Gejala kardiovaskular”
takikardia dan vasodilatasi perifer.
Gangguan pernapasan:
takipnea, retraksi otot bantu pernapasan, hipoventilasi, apnea, suara napas
tambahan seperti stridor, mengi, ronki basah. (Boedi Swidarmoko,2010:264)
Gejala klinis dari
gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal, walaupun terjadi
hipoksemia, hiperkapnia dan asedemia yang berat. Tanda utama dari gagal napas
adalah penggunaan otot bantu napas takipnea, takikardia, menurunya tidal volum,
pola napas iregular atau terengah – engah (gasping) dan gerakan abdomen yang
paradoksal (terkait dengan flail
chest).
1.4 Komplikasi
1.4.1
Paru:
emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti,
emfisema kutis dan pneumothoraks).
1.4.2
Jantung:
cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan
infark miokard akut.
1.4.3
Gastrointestinal:
perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan pneumoperitoneum.
Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
1.4.4
Polisitemia
(dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang memproduksi eritrosit,
dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari normal) .
1.4.5
Infeksi
nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
1.4.6
Ginjal:
gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
1.4.7
Nutrisi:
malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral dan
parenteral. (Alvin Kosasih, 2008:34)
1.5 Pemeriksaan
Penunjang
1.5.1
Laboratorium
:
1.5.1.1
Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat,
PaCO2 meningkat, PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
Parameter
|
Interval
normal
|
pH
|
7,35-7,45
|
PaCO2
|
35-45 mmHg
|
Bikarbonat
(HCO3-)
|
22-26 mEq/L
|
PaO2
|
80-100 mmHg
|
SaO2
|
>95%
|
BE
|
± 2 mEq/L
|
(Lewis, 2011:324)
1.5.1.2
Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa
menyebabkan hipoksia jaringan, polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepat.
1.5.1.3
Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari
etiologi atau identifikasi komplikasi yang berhubungan dengan gagal napas.
1.5.1.4
Serum kreatininin kinase dan troponin1:
untuk menyingkirkan infark miokard akut.
1.5.2
Radiologi
:
1.5.2.1
Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal
nafas seperti atelektasis dan pneumoni.
1.5.2.2
EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal
napas akut disebabkan oleh cardiac.
1.5.3
Uji faal paru : sangat berguna untuk
evaluasi gagal napas kronik
(volume tidal < 500ml, FVC(kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit
(Ve) menurun,) (Alvin Kosasi,2008:31) (Luwis, 2011:1750)
1.6 Penatalaksanaan
1.6.1
Pemberian O2 yang adekuat
dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2,
sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi
jaringan dan pecegahan hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi.
Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian
O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan
kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi,
sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
1.6.2
Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma,
infeksi dan komplikasi iatrogenik.
Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi
alveolar dengan memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan
mempertahankan jalan nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol
gagal jantung, demam dan sepsis.
1.6.3
Atasi atau cegah terjadinya atelektasis,
overload cairan, bronkospasme, sekret
trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
1.6.4
Kortikosteroid jangan digunakan secara
rutin. ( Hood
Alsagaff, 2004:189-190)
Kortikosteroid (Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan
bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV
kortikoteroid mempunyai reaksi onset
cepat. Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy
dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia
yang disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi
adrenalin.
1.6.5
Perubahan posisi dari posisi tiduran
menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O
PEEP.
1.6.6
Drainase sekret trakeobronkial yang
kental dilakukan dengan pemberian mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara
yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
1.6.7
Pemberian antibiotika untuk mengatasi
infeksi.
1.6.8
Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
1.6.9
Penggunaan intubasi dan ventilator
apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi sirkulasi yang prospektif. (
Hood Alsagaff, 2004:189-190)
1.7 Asidosis
Respiratorik
1.7.1
Pengertian
Asidosis respiratorik
berarti peningkatan PCO2 yang berhubungan dengan hipoventilasi.
(Hudak & Gallo.1997:480)
Asidosis respiratorik adalah
gangguan klinis di mana pH
kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2)
lebih besar dari 45mmHg.
Kondisi ini dapat akut atau kronis. Asidosis respiratorik terjadi akibat tidak
adekuatnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar karbondioksida
plasma. Selain peningkatan PaCO2, hipoventilasi biasanya menyebabkan
penurunan PaO2. Asidosis respiratorik akut merupakan kondisi
kedaruratan seperti edema pulmonal akut, aspirasi benda asing, atelektasis,
pneumotoraks, takar lajak sedative, sindrom tidur apnea, pemberian oksigen pada
pasien dengan hiperkapnea kronis (kelebihan kadar karbondioksida dalam darah),
pneumonia berat dan ARDS. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi pada
penyakit yang merusak otot-otot pernapasan , yaitu distrofi maskular, miastenia
grafis, dan sindrom guillian-Barre. (Brunner & Suddarth, 1997:278)
Gangguan asam basa
|
pH
|
HCO3-
|
PaCO2
|
Asidosis
Respiratorik
|
![]() |
![]() |
![]() |
(Price, 2005:767)
1.7.2
Etiologi
1.7.2.1
Gangguan pulmoner/torakal
1) Pneumonia
berat
2) ARDS
3)
Flail
chest
4) Pneumotoraks
5) Hemotoraks
6) Inhalasi
asap
1.7.2.2
Obstruksi jalan napas
1) Aspirasi
2) Laringospasme
(anafilaksis,hipokalsemia berat)
3) Bronkospasme
berat
4) Serangan
asma akut lama, berat
1.7.2.3
Depresi SSP
1) Takar
lajak sedative
2) Anesthesia
3) Trauma
serebral
4) Infark
serebral
1.7.2.4
Penyebab metabolic
1) Diet
tinggi karbohidrat
1.7.2.5
Abnormalitas Neuromuskular
1) GBS
2) Hipokalemia
3) Kordotomiservikal
tinggi
4) Obat
(mis: kurare)
5) toksin
1.7.2.6
Penyebab sistemik
1) Henti
jantung
2) Emboli
pulmoner massif
1.7.2.7
Ventilasi mekanik
Tekanan yang tinggi pada ventilator dapat mengakibatkan robeknya pleura
atau rupturnya alveoli. (Horne, 2000:148)
1.7.3
Manifestasi klinis
1.7.3.1 Hiperkapnea
mendadak (kenaikan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan frekuensi
nadi dan pernapasan, peningkatan tekanan darah, kusut pikir dan perasaan penat
pada kepala.
1.7.3.2 Suatu
peningkatan PaCO2 menyebabkan vasodilatasi serebrovaskular dan
peningkatan aliran darah serebral, terutama bila peningkatan lebih tinggi dari
60 mmHg.
1.7.3.3 Vibrilasi
ventricular dapat merupakan tanda dari asidosis pada pasien yang dianastesi.
1.7.3.4 Pasien
dengan asidosis respiratorik kronis dapat mengelukan kelemahan, sakit kepala
pekak, dan gejala-gejala proses penyakit yang mendasari.
1.7.3.5 Bila
PaCO2 secara kronis di atas 50 mmHg, pusat pernapasan menjadi
sensitive secara relative terhadap karbondioksida sebagai stimulan pernapasan,
menyisakan hipoksemia sebagai dorongan utama pernapasan. (Brunner &
Suddarth, 1997:278)
1.7.3.6 Asidosis
respiratorik kronis terjadi pada penyakit pulmonary seperti emfisema kronis dan
bronkitis, apnea tidur obstruktif dan obesitas. Jika PaCO2 meningkat
dengan cepat, vasodilatasi serebra akan meningkatkan TIK; sianosis dan takipnea
akan terjadi. (Brunner & Suddarth, 1997:279)
1.7.4
Pemeriksaan penunjang
1.7.4.1
Laboratorium
1)
Gas Darah Arteri menunjukan pH kurang
dari 7,35 dan PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg pada asidosis akut. Bila
kompensasi telah terjadi secara sempurna (retensi bikarbonat oleh ginjal), pH
arteri dalam batasan normal lebih rendah bergantung pada etiologi dari asidosis
respiratorik.
2)
Elektrolit serum (kalium)
1.7.4.2
Radiologi
1)
Rontgen dada untuk menentukan segala
penyakit pernapasan, dan skrin obat juga diduga terjadi takar laju obat.
2)
Pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi
segala keterlibatan jantung sebagai akibat PPOK mungkin juga tampak. (Brunner
& Suddarth, 1997:278)
1.7.5
Penatalaksanaan
Asidosis
respiratorik (PCO2 tinggi) diobati dengan meningkatkan ventilasi,
memampukan paru untuk mengeluarkan CO2.
(Hudak & Gallo.1997: 491). Preparat farmakologi digunakan sesuai indikasi.
Asidosis respiratorik kronik pengobatannya sama dengan respiratorik akut.
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan sangat waspada pada pasien yang
mengalami retensi CO2 dimana terjadi hipoksia daripada hiperkapnea
yang menstimulasi ventilasi.(Brunner & Suddarth, 1997:279).
BAB
2
Laporan Konsep
Asuhan
Keperawatan Pada Gagal Nafas Asidosis Respiratorik
2.1 Pengkajian
2.1.1
Identitas
2.1.2
Keluhan utama
Pasien dengan asidosis
respiratorik kronik dapat mengelukan kelemahan, sakit kepala pekak, dan gejala-gejala penyakit yang
mendasari. (Brunner & Suddarth, 1997: 278).
2.1.3
Riwayat
Penyakit Kesehatan
Sakit kepala yang bertambah berat sewaktu bangun tidur pada pagi hari
(karena PaCO2 sedikit meningkat sewaktu tidur). Tanda dan gejala
lainnya adalah edema papil, iritabilitas neuromuscular (asteriksis), alam
perasaan yang berubah-berubah, dan rasa mengantuk yang terus bertambah yang
akhirnya akan menuju koma yang ringan. (Price, 1995:734)
Kaji penyakit paru kronik, penggunaan rokok, alkohol, trauma saraf thorakal atau spinal, obesitas. (Lewis, 2011:1751)
Obat imuno supresan (kortikosteroid), CNS
depressants, bronkodilator inhalasi dapat mengakibatkan gagal napas. (Lewis,
2011:1751)
2.1.4
ADL
Nutrisi : Berat badan turun atau naik, kebiasaan
makan bertambah tetapi makanan tidak dapat dicerna, perubahan nafsu makan,
penggunaan vitamin/suplemen herbal.
Aktivitas,istirahat : Perubahan pola tidur karena
penggunaan CPAP, lemah, pusing, dispnue saat istirahat atau aktivitas.
Hygiene personal: -
Eliminasi: -
(Lewis, 2011:1751)
(Lewis, 2011:1751)
2.1.5
Psiko Sosial
Spiritual
Depresi, kehilangan harapan, ansietas. (Lewis,
2011:1751)
2.1.6
Pemeriksaan fisik
KU: Kelemahan, agitasi.
B1 : Peningkatan
frekuensi pernapasan, dispnea,
pemakaian otot bantu pernafasan ditunjukkan dengan retraksi dada, pernafasan
dangkal, ekspansi dada tidak simetris, dada paradoksi dan pegerakan dinding
abdomen, taktil fremitus, krepitus, suara nafas stridor, suara bronkial atau
bronkovesikular terdengar ditempat yang tidak normal.
B2 : Takikardi sampai bradikardi, disritmia, bunyi jantung tambahan S3 dan S4,
hipertensi sampai hipotensi, distensi vena jugularis,
B3 : Somnolen,
bingung, bicara kacau, gelisah, delirium, agitasi, tremor, asterixis
(iritabilitas neuromuskular), reflek tendon berkurang, papiledema.
B4 : -
B5 : distensi abdomen, asites, reflek hepatojugular.
B6 : pucat, akral dingin, sianosis perifer dan sentral, edema
perifer, kulit berkeringat dingin.
(Lewis, 2011:1751)
2.1.7
Pemeriksaan Diagnostik
2.1.7.1
Analisa Gas Darah (GDA) Arteri: PaCO2
akan > 45
mmHg dan pH akan <7,35.
2.1.7.2
Bikarbonat Serum: pada awalnya
bikarbonat (HCO3-) akan normal (22-26 mEq/liter) kecuali terjadi
gangguan campuran.
2.1.7.3
Elekrolit Serum biasanya tidak berubah
tergantung pada etiologi asidosis respiratorik
2.1.7.4
Sinar X : Menentukan adanya penyakit
pernapasan yang mendasari.
2.1.7.5
Skrining Obat : menentukan keberadaan dan kuantitas
obat bila pasien dicurigai menggunakan dengan takar lajak.
(Horne, 2000:149)
2.2 Masalah
Keperawatan
2.2.1
Kerusakan pertukaran gas
2.2.2
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
2.2.3
Ansietas
2.3 Intervensi
dan Rasional
2.3.1
Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolar-kapiler.
Tujuan
: Pasien mempunyai pertukaran gas yang adekuat dengan criteria hasil:
(1)
RR 12-20x/mnt dengan pola dan kedalaman
normal
(2)
Tidak
ada penggunaan otot bantu pernapasan
(3) PaO2
> 60 mmHg
(4)
PaCO2 < 45 mmHg
(5)
pH 7,35-7,45
Intervensi:
(1) Lakukan
tindakan untuk memperbaiki/ mempertahankan jalan nafas.
R/
jalan nafas lengket/kolaps menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi secara negative mempengaruhi
pertukaran gas.
(2) Tinggikan
kepala tempat tidur sesuai kebutuhan/ toleransi pasien. Untuk penyakit paru
unilateral pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik (dekubitus lateral)
dapat meningkatkan perfusi pada paru dependen (yang sehat) dan ventilasi
meningkat pada paru atas (yang sakit). Untuk pasien yang ARDS yang memerlukan
ventilasi mekanik posisi tengkurap dapat memperbaiki pertukaran gas dengan
menurunkan edema dan meningkatkan ventilasi pada area paru dependen.
R/
meningkatkan ekspansi dada maksimal, membuat mudah untuk bernafas serta
meningkatkan kenyamanan fisiologis/ psikologis.
(3) Kolaborasi
dalam pemeriksaan GDA/Nadi oksimetri.
R/
Hipoksemia ada pada berbagai derajat, tergantung pada jumlah obstruksi jalan
nafas, fungsi kardiopulmonal, dan ada/tidaknya syok. Alkalosis respiratori dan
asidosis metabolic dapat terjadi.
(4) Kolaborasi
dalam pemberian oksigen dengan metode yang tepat.
R/
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas.
(5) Obervasi
frekuensi dan kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu nafas, nafas bibir.
R/
Kegagala pernafasan lebih berat menyertai kehilangan paru unit fungsional dari
sedang sampai berat.
(6) Observasi
tanda vital.
R/
Takikardia, takipnea, dan perubahan pada TD terjadi dengan beratnya hipoksemia
dan asidosis. (Doengoes,2000:179)
2.3.2 Ansietas
berhubungan dengan ancaman kematian / ketergantungan pada dukungan ventilator
Tujuan
: Klien menyatakan kesadaran perasaan dan cara sehat untuk menerimanya dengan
criteria hasil
(1) Menunjukan
perilaku pemecahan masalah untuk mengatasi situasi yang ada
(2) Tampak
rileks dan tidur / istirahat
(3) Melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani
Intervensi
:
1.
Kaji persepsi pasien tentang ancaman
yang ada dari situasi
R/ mendefenisikan lingkup masalah
individu dan mempengaruhi polihan intervensi
2.
Dorong pasien atau orang terdekat untuk
menyatakan rasa takut
R/ Memberikan
kesempatan untuk menerima masalah, memperjelas kenyataan takut dan menurunkan
ansietas sampai ketingkat yang dapat diterima
3.
Dorong penggunaan tehnik relaksasi
contoh focus pernapasan, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif
R/ Memberikan
management aktif situasi untuk menurunkan persaan tak berdaya
4.
Observasi respon fisisk contoh gelisah,
perubahan tanda vital, gerakan berulang. Catat kesesuaian komunikasi verbal
R/ berguna dalam
evaluasi luas/ derajat masalah khusussnya bila dibandingkan dengan pernyataan
verbal
(Doengoes,2000:179)
2.3.3 Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan atau sisa sekresi.
Tujuan :
Pasien
mampu mempertahankan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil:
(1)
tidak ada Dispnea
(2)
Tidak
ada perubahan pada frekuensi pernafasan
(3)
Tidak
adanya penggunaan bantuan otot aksesori pernapasan
(4)
Bunyi
napas normal
(5)
Tidak ada sianosis
Intervensi dan Rasional :
1. Jelaskan
kepada klien penyebab bersihan jalan napas tidak efektif dan tindakan yang akan
dilakukan
R/ Bersihan jalan napas
tidak efektif disebabkan oleh adanya akumulasi sekret yang purulen pada saluran
napas dan mengalir ke nasofaring sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas
oleh sekret.
2. Berikan
posisi semi fowler
R/ mengurangi tekanan diafragma
sehingga dapat meningkatkan ekspansi paru
3. Berikan
humidifikasi dengan menggunakan nebulizer
R/ Uap dingin yang
dikeluarkan oleh alat nebulizer dapat melembabkan jalan napas, membantu
pengenceran secret, memudahkan pengeluaran.
4. Berikan
fisioterapi napas seperti napas dalam dan batuk efektif
R/ Napas dalam untuk
meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang
tidak berguna, melambatkan frekuensi pernapsan dan mengurangi kerja otot
pernapasan. Batuk efektif untuk meningkatkan pengeluarkan secret.
5. Observasi
suara napas, pola napas, kemampuan mengeluarkan sekret, batuk, RR, dan ada
tidaknya dipsnea
R/ Bunyi napas ronkhi menunjukan aliran udara melalui
jalan napas yang dipenuhi oleh sekret. (Doengoes,2000:179)
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes, Marylin Et All. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Herdman, T.
Heather. 2011. Diagnosis Keperawatan.
Ahli bahasa: Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. 2012. Jakarta: EGC.
Hood, Alsagaf.
2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Gramik FK Unair.
Hudak
& Gallo. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik.Alih Bahasa:
Allenidekania, Dkk. 1994. Jakarta: EGC.
Horne,
Mima M. 2000. Keseimbangan Cairan,
Elekrolit, Dan Asam Basa. Ahli Bahasa: Indah Nurmala Dewi. 1993. Jakarta:
EGC.
Kosasih, Alvin. 2008.
Diagnosis Dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru Dalam Praktek Sehari-Hari. Jakarta:
Sagung Seto.
Price,
Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Alih
Bahasa: Peter Anugerah.1992. Jakarta: EGC.
Price,
Sylvia Anderson. 2005.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Alih Bahasa: Brahm U. Pendit.2002. Jakarta: EGC.
Sharon, Lewis. 2011. Medical Surgical Nursing. USA: Elsivier.
Smeltzer,
Susane Dkk. 2002. Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC
Swidarmoko, Boedi. 2010. Pulmonologi Intervensi Dan Gawat Darurat Napas. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Komentar
Posting Komentar