ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL NAPAS



BAB 1
Laporan Pendahuluan

1.1  Pengertian
Gagal napas adalah ganguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan udara dan masuk keluar paru. (Hood Alsagaff, 2004:185)
Gagal napas merupakan keadaan ketidakmampuan tubuh untuk menjaga pertukaran gas seimbang dengan kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan hipoksemia dan atau hiperkapnia. Dikatakan gagal napas apabila PaCO2 > 45 mmHg atau PaO2< 55mmHg. (Boedi Swidarmoko,2010:259)

1.2  Etiologi
1.2.1        Kelainan di luar paru-paru
1.2.1.1  Penekanan pusat pernapasan
1)      Takar lajak obat (sedative, narkotik)
2)      Trauma atau infark selebral
3)      Poliomyelitis bulbar
4)      Ensefalitis
1.2.1.2  Kelainan neuromuscular
1)      Trauma medulaspinalisservikalis
2)      Sindroma guilainbare
3)      Sklerosis amiotropik lateral
4)      Miastenia gravis
5)      Distrofi otot
1.2.1.3  Kelainan Pleura dan Dinding Dada
1)      Cedera dada (fraktur iga multiple)
2)      Pneumotoraks tension
3)      Efusi leura
4)      Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
5)      Obesitas: sindrom Pickwick
1.2.2        Kelainan Intrinsic Paru-Paru
1.2.2.1  Kelainan Obstruksi Difus
1)      Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
2)      Asma, Status asmatikus
3)      Fibrosis kistik
1.2.2.2  Kelainan Restriktif Difus
1)      Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)
2)      Sarkoidosis
3)      Scleroderma
4)      Edema paru-paru
(1)   Kardiogenik
(2)   nonkardiogenik (ARDS)
5)      Atelektasis
6)      Pneumoni yang terkonsolidasi
1.2.2.3  Kelainan Vaskuler Paru-Paru
1)      Emboli paru-paru.(Price,1995:728)

1.3  Manifestasi Klinis
Gejala umum: Lelah, berkeringat, sulit tidur dan makan, didapatkan juga gangguan status mental, sakit kepala, kejang.
Gejala kardiovaskular” takikardia dan vasodilatasi perifer.
Gangguan pernapasan: takipnea, retraksi otot bantu pernapasan, hipoventilasi, apnea, suara napas tambahan seperti stridor, mengi, ronki basah. (Boedi Swidarmoko,2010:264)
Gejala klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal, walaupun terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asedemia yang berat. Tanda utama dari gagal napas adalah penggunaan otot bantu napas takipnea, takikardia, menurunya tidal volum, pola napas iregular atau terengah – engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal (terkait dengan flail chest).


1.4  Komplikasi
1.4.1        Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
1.4.2        Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan infark miokard akut.
1.4.3        Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
1.4.4        Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari normal) .
1.4.5        Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
1.4.6        Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
1.4.7        Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral dan parenteral. (Alvin Kosasih, 2008:34)

1.5  Pemeriksaan Penunjang
1.5.1        Laboratorium :
1.5.1.1  Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
Parameter
Interval normal
pH
7,35-7,45
PaCO2
35-45 mmHg
Bikarbonat (HCO3-)
22-26 mEq/L
PaO2
80-100 mmHg
SaO2
>95%
BE
± 2 mEq/L
(Lewis, 2011:324)
1.5.1.2  Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan, polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepat.
1.5.1.3  Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang berhubungan dengan gagal napas.
1.5.1.4  Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark miokard akut.
1.5.2        Radiologi :
1.5.2.1  Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas seperti atelektasis dan pneumoni.
1.5.2.2  EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan oleh cardiac.
1.5.3        Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal < 500ml, FVC(kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun,) (Alvin Kosasi,2008:31) (Luwis, 2011:1750)

1.6  Penatalaksanaan
1.6.1        Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2, sampai sekitar  60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
1.6.2        Dapat digunakan tekanan positif  seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.
1.6.3        Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
1.6.4        Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. ( Hood Alsagaff, 2004:189-190)
Kortikosteroid (Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai  reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
1.6.5        Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
1.6.6        Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
1.6.7        Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
1.6.8        Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
1.6.9        Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi sirkulasi yang prospektif. ( Hood Alsagaff, 2004:189-190)

1.7  Asidosis Respiratorik
1.7.1        Pengertian
Asidosis respiratorik berarti peningkatan PCO2 yang berhubungan dengan hipoventilasi. (Hudak & Gallo.1997:480)
Asidosis respiratorik adalah gangguan klinis di mana pH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 45mmHg. Kondisi ini dapat akut atau kronis. Asidosis respiratorik terjadi akibat tidak adekuatnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar karbondioksida plasma. Selain peningkatan PaCO2, hipoventilasi biasanya menyebabkan penurunan PaO2. Asidosis respiratorik akut merupakan kondisi kedaruratan seperti edema pulmonal akut, aspirasi benda asing, atelektasis, pneumotoraks, takar lajak sedative, sindrom tidur apnea, pemberian oksigen pada pasien dengan hiperkapnea kronis (kelebihan kadar karbondioksida dalam darah), pneumonia berat dan ARDS. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi pada penyakit yang merusak otot-otot pernapasan , yaitu distrofi maskular, miastenia grafis, dan sindrom guillian-Barre. (Brunner & Suddarth, 1997:278)
Gangguan asam basa
pH
HCO3-
PaCO2
Asidosis Respiratorik
(Price, 2005:767)
1.7.2        Etiologi
1.7.2.1  Gangguan pulmoner/torakal
1)      Pneumonia berat
2)      ARDS
3)      Flail chest
4)      Pneumotoraks
5)      Hemotoraks
6)      Inhalasi asap
1.7.2.2  Obstruksi jalan napas
1)      Aspirasi
2)      Laringospasme (anafilaksis,hipokalsemia berat)
3)      Bronkospasme berat
4)      Serangan asma akut lama, berat
1.7.2.3  Depresi SSP
1)      Takar lajak sedative
2)      Anesthesia
3)      Trauma serebral
4)      Infark serebral
1.7.2.4  Penyebab metabolic
1)      Diet tinggi karbohidrat
1.7.2.5  Abnormalitas Neuromuskular
1)      GBS
2)      Hipokalemia
3)      Kordotomiservikal tinggi
4)      Obat (mis: kurare)
5)      toksin
1.7.2.6  Penyebab sistemik
1)      Henti jantung
2)      Emboli pulmoner massif
1.7.2.7  Ventilasi mekanik
Tekanan yang tinggi pada ventilator dapat mengakibatkan robeknya pleura atau rupturnya alveoli. (Horne, 2000:148)

1.7.3        Manifestasi klinis
1.7.3.1  Hiperkapnea mendadak (kenaikan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan, peningkatan tekanan darah, kusut pikir dan perasaan penat pada kepala.
1.7.3.2  Suatu peningkatan PaCO2 menyebabkan vasodilatasi serebrovaskular dan peningkatan aliran darah serebral, terutama bila peningkatan lebih tinggi dari 60 mmHg.
1.7.3.3  Vibrilasi ventricular dapat merupakan tanda dari asidosis pada pasien yang dianastesi.
1.7.3.4  Pasien dengan asidosis respiratorik kronis dapat mengelukan kelemahan, sakit kepala pekak, dan gejala-gejala proses penyakit yang mendasari.
1.7.3.5  Bila PaCO2 secara kronis di atas 50 mmHg, pusat pernapasan menjadi sensitive secara relative terhadap karbondioksida sebagai stimulan pernapasan, menyisakan hipoksemia sebagai dorongan utama pernapasan. (Brunner & Suddarth, 1997:278)
1.7.3.6  Asidosis respiratorik kronis terjadi pada penyakit pulmonary seperti emfisema kronis dan bronkitis, apnea tidur obstruktif dan obesitas. Jika PaCO2 meningkat dengan cepat, vasodilatasi serebra akan meningkatkan TIK; sianosis dan takipnea akan terjadi. (Brunner & Suddarth, 1997:279)

1.7.4        Pemeriksaan penunjang
1.7.4.1  Laboratorium
1)        Gas Darah Arteri menunjukan pH kurang dari 7,35 dan PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg pada asidosis akut. Bila kompensasi telah terjadi secara sempurna (retensi bikarbonat oleh ginjal), pH arteri dalam batasan normal lebih rendah bergantung pada etiologi dari asidosis respiratorik.
2)        Elektrolit serum (kalium)
1.7.4.2  Radiologi
1)      Rontgen dada untuk menentukan segala penyakit pernapasan, dan skrin obat juga diduga terjadi takar laju obat.
2)      Pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung sebagai akibat PPOK mungkin juga tampak. (Brunner & Suddarth, 1997:278)



1.7.5        Penatalaksanaan
            Asidosis respiratorik (PCO2 tinggi) diobati dengan meningkatkan ventilasi, memampukan paru untuk mengeluarkan CO2. (Hudak & Gallo.1997: 491). Preparat farmakologi digunakan sesuai indikasi. Asidosis respiratorik kronik pengobatannya sama dengan respiratorik akut. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan sangat waspada pada pasien yang mengalami retensi CO2 dimana terjadi hipoksia daripada hiperkapnea yang menstimulasi ventilasi.(Brunner & Suddarth, 1997:279).


























































BAB 2
Laporan  Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Gagal Nafas Asidosis Respiratorik

2.1  Pengkajian
2.1.1        Identitas
2.1.2        Keluhan utama
Pasien dengan asidosis respiratorik kronik dapat mengelukan kelemahan, sakit kepala pekak, dan gejala-gejala penyakit yang mendasari. (Brunner & Suddarth, 1997: 278).
2.1.3        Riwayat Penyakit Kesehatan
Sakit kepala yang bertambah berat sewaktu bangun tidur pada pagi hari (karena PaCO2 sedikit meningkat sewaktu tidur). Tanda dan gejala lainnya adalah edema papil, iritabilitas neuromuscular (asteriksis), alam perasaan yang berubah-berubah, dan rasa mengantuk yang terus bertambah yang akhirnya akan menuju koma yang ringan. (Price, 1995:734)
Kaji penyakit paru kronik, penggunaan rokok, alkohol, trauma saraf  thorakal atau spinal, obesitas. (Lewis, 2011:1751)
Obat imuno supresan (kortikosteroid), CNS depressants, bronkodilator inhalasi dapat mengakibatkan gagal napas. (Lewis, 2011:1751)
2.1.4        ADL
Nutrisi : Berat badan turun atau naik, kebiasaan makan bertambah tetapi makanan tidak dapat dicerna, perubahan nafsu makan, penggunaan vitamin/suplemen herbal.
Aktivitas,istirahat : Perubahan pola tidur karena penggunaan CPAP, lemah, pusing, dispnue saat istirahat atau aktivitas.
Hygiene personal: -
Eliminasi: -
(Lewis, 2011:1751)
2.1.5        Psiko Sosial Spiritual
Depresi, kehilangan harapan, ansietas. (Lewis, 2011:1751)
2.1.6        Pemeriksaan fisik
KU: Kelemahan, agitasi.
B1 : Peningkatan frekuensi pernapasan, dispnea, pemakaian otot bantu pernafasan ditunjukkan dengan retraksi dada, pernafasan dangkal, ekspansi dada tidak simetris, dada paradoksi dan pegerakan dinding abdomen, taktil fremitus, krepitus, suara nafas stridor, suara bronkial atau bronkovesikular terdengar ditempat yang tidak normal.
B2 : Takikardi sampai bradikardi, disritmia, bunyi jantung tambahan S3 dan S4, hipertensi sampai hipotensi, distensi vena jugularis, 
B3  : Somnolen, bingung, bicara kacau, gelisah, delirium, agitasi, tremor, asterixis (iritabilitas neuromuskular), reflek tendon berkurang, papiledema.
B4 : -
B5 : distensi abdomen, asites, reflek hepatojugular.
B6 : pucat, akral dingin, sianosis perifer dan sentral, edema perifer, kulit berkeringat dingin.  (Lewis, 2011:1751)
2.1.7        Pemeriksaan Diagnostik
2.1.7.1  Analisa Gas Darah (GDA) Arteri: PaCO2 akan > 45 mmHg dan pH akan <7,35.
2.1.7.2  Bikarbonat Serum: pada awalnya bikarbonat (HCO3-) akan normal (22-26 mEq/liter) kecuali terjadi gangguan campuran.
2.1.7.3  Elekrolit Serum biasanya tidak berubah tergantung pada etiologi asidosis respiratorik
2.1.7.4  Sinar X : Menentukan adanya penyakit pernapasan yang mendasari.
2.1.7.5  Skrining Obat : menentukan keberadaan dan kuantitas obat bila pasien dicurigai menggunakan dengan takar lajak.
(Horne, 2000:149)

2.2  Masalah Keperawatan
2.2.1        Kerusakan pertukaran gas
2.2.2        Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2.2.3        Ansietas



2.3  Intervensi dan Rasional
2.3.1        Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pasien mempunyai pertukaran gas yang adekuat dengan criteria hasil:
(1)           RR 12-20x/mnt dengan pola dan kedalaman normal
(2)           Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
(3)       PaO2 > 60 mmHg
(4)          PaCO2 < 45 mmHg
(5)           pH 7,35-7,45
Intervensi:
(1) Lakukan tindakan untuk memperbaiki/ mempertahankan jalan nafas.
R/ jalan nafas lengket/kolaps menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi secara negative mempengaruhi pertukaran gas.
(2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai kebutuhan/ toleransi pasien. Untuk penyakit paru unilateral pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik (dekubitus lateral) dapat meningkatkan perfusi pada paru dependen (yang sehat) dan ventilasi meningkat pada paru atas (yang sakit). Untuk pasien yang ARDS yang memerlukan ventilasi mekanik posisi tengkurap dapat memperbaiki pertukaran gas dengan menurunkan edema dan meningkatkan ventilasi pada area paru dependen.
R/ meningkatkan ekspansi dada maksimal, membuat mudah untuk bernafas serta meningkatkan kenyamanan fisiologis/ psikologis.
(3) Kolaborasi dalam pemeriksaan GDA/Nadi oksimetri.
R/ Hipoksemia ada pada berbagai derajat, tergantung pada jumlah obstruksi jalan nafas, fungsi kardiopulmonal, dan ada/tidaknya syok. Alkalosis respiratori dan asidosis metabolic dapat terjadi.
(4) Kolaborasi dalam pemberian oksigen dengan metode yang tepat.
R/ Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas.
(5) Obervasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu nafas, nafas bibir.
R/ Kegagala pernafasan lebih berat menyertai kehilangan paru unit fungsional dari sedang sampai berat.
(6) Observasi tanda vital.
R/ Takikardia, takipnea, dan perubahan pada TD terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis. (Doengoes,2000:179)
2.3.2  Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian / ketergantungan pada dukungan ventilator
Tujuan : Klien menyatakan kesadaran perasaan dan cara sehat untuk menerimanya dengan criteria hasil
(1)      Menunjukan perilaku pemecahan masalah untuk mengatasi situasi yang ada
(2)      Tampak rileks dan tidur / istirahat
(3)      Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani
Intervensi :
1.         Kaji persepsi pasien tentang ancaman yang ada dari situasi
R/ mendefenisikan lingkup masalah individu dan mempengaruhi polihan intervensi
2.         Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan rasa takut
R/ Memberikan kesempatan untuk menerima masalah, memperjelas kenyataan takut dan menurunkan ansietas sampai ketingkat yang dapat diterima
3.         Dorong penggunaan tehnik relaksasi contoh focus pernapasan, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif
R/ Memberikan management aktif situasi untuk menurunkan persaan tak berdaya
4.         Observasi respon fisisk contoh gelisah, perubahan tanda vital, gerakan berulang. Catat kesesuaian komunikasi verbal
R/ berguna dalam evaluasi luas/ derajat masalah khusussnya bila dibandingkan dengan pernyataan verbal
 (Doengoes,2000:179)

2.3.3    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan atau sisa sekresi.
Tujuan :
Pasien mampu mempertahankan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
(1)   tidak ada Dispnea
(2)   Tidak ada perubahan pada frekuensi pernafasan
(3)   Tidak adanya penggunaan bantuan otot aksesori pernapasan
(4)   Bunyi napas normal
(5)   Tidak ada sianosis
Intervensi dan Rasional :
1.      Jelaskan kepada klien penyebab bersihan jalan napas tidak efektif dan tindakan yang akan dilakukan
R/ Bersihan jalan napas tidak efektif disebabkan oleh adanya akumulasi sekret yang purulen pada saluran napas dan mengalir ke nasofaring sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas oleh sekret.
2.      Berikan posisi semi fowler
R/ mengurangi tekanan diafragma sehingga dapat meningkatkan ekspansi paru
3.    Berikan humidifikasi dengan menggunakan nebulizer
R/ Uap dingin yang dikeluarkan oleh alat nebulizer dapat melembabkan jalan napas, membantu pengenceran secret, memudahkan pengeluaran. 
4.    Berikan fisioterapi napas seperti napas dalam dan batuk efektif
R/ Napas dalam untuk meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi pernapsan dan mengurangi kerja otot pernapasan. Batuk efektif untuk meningkatkan pengeluarkan secret.
5.    Observasi suara napas, pola napas, kemampuan mengeluarkan sekret, batuk, RR, dan ada tidaknya dipsnea
R/ Bunyi  napas ronkhi menunjukan aliran udara melalui jalan napas yang dipenuhi oleh sekret. (Doengoes,2000:179)





DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin Et All. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Herdman, T. Heather. 2011. Diagnosis Keperawatan. Ahli bahasa: Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. 2012. Jakarta: EGC.
Hood, Alsagaf. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Gramik FK Unair.
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik.Alih Bahasa: Allenidekania, Dkk. 1994. Jakarta: EGC.
Horne, Mima M. 2000. Keseimbangan Cairan, Elekrolit, Dan Asam Basa. Ahli Bahasa: Indah Nurmala Dewi. 1993. Jakarta: EGC.
Kosasih, Alvin. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru Dalam Praktek Sehari-Hari. Jakarta: Sagung Seto.
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Alih Bahasa: Peter Anugerah.1992. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Alih Bahasa: Brahm U. Pendit.2002. Jakarta: EGC.
Sharon, Lewis. 2011. Medical Surgical Nursing. USA: Elsivier.
Smeltzer, Susane Dkk. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC
Swidarmoko, Boedi. 2010. Pulmonologi Intervensi Dan Gawat Darurat Napas. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CVP (Central Vena Pressure)

Asuhan Keperawatan Hemodialisis